Jumat, 06 Agustus 2010

cerbung >> Hasinuda In Love_Part 4

PART IV: What?! Dijodohkan?! Tunangan?!
@Bandara
Iel, rio, alvin, dan cakka menjemput orangtua mereka di bandara, dilihatnya mereka sudah menunggu. Alvin dan rio membantu pak duta membawa barang-barang, sedangkan iel dan cakka menghampiri bu ucie.
“gimana? Mereka berdua belum tahu kan?” tanya bu ucie sambil berjalan. Iel dan cakka menggelengkan kepala.
“mama sama papa yakin ngelakuin ini? nanti kalo alvin marah gimana?” tanya iel.
“dia pasti akan marah pada awalnya, tapi lama-lama juga dia setuju. Percaya deh sama mama.”
“trus gimana ma rencana selanjutnya?” tanya cakka.
Bu ucie menyusun rencana bersama iel dan cakka, mereka mengangguk-angguk tanda mengerti. Setibanya di mobil, mereka langsung membicarakan hal lain, agar tidak dicurigai oleh alvin.
***
Hari ini malam minggu, seperti biasa, rio, iel, alvin, dan cakka ada di rumah, biasanya waktu mereka habiskan dengan bermain musik atau berolahraga. Namun tidak untuk hari ini, bu ucie dan pak duta memanggil mereka ke ruang keluarga.
“alvin, ada sesuatu yang harus kita bicarakan,” ujar bu ucie mengawali pembicaraan.
“ada apa ma?” tanya alvin.
“ini menyangkut masa depan kamu,” sambung pak duta. Wajah iel, rio, dan cakka gelisah dan pucat seketika. Alvin bingung. Ia menunggu kelanjutan kalimatnya.
“kamu harus bertunangan dengan anak teman mama dan papa,”
“HAH?!” alvin berteriak kaget. Lalu melihat ke arah kembarannya, yang mukanya sudah pucat sekali.
“kami menjodohkan kamu dengan anak teman mama dan papa, dan kamu tidak boleh menolaknya, kamu juga gak boleh putus sama dia nanti, kalian harus bersama sampai tiba saatnya untuk kalian menikah.”
Alvin berteriak lagi, “hah?! Alvin salah denger kan pa? Ma? Mama sama papa bercanda kan?” pikiran alvin berkecamuk, bagaimana mungkin, dia dijodohkan? Lalu? Harus bersama orang itu sampai dia menikah? Lelucon apa ini?!
Alvin menatap ketiga kembarannya, “lo semua udah tau?” tanyanya dingin. Mereka tidak berani menatap alvin. Mereka tahu perasaan alvin, karna mereka kembarannya. Mereka mengangguk pelan.
“AARGH!” emosi alvin memuncak, ia berlari secepatnya ke kamarnya dan menguncinya. Di kamar, alvin merebahkan dirinya di atas tempat tidur, mencerna kata-kata yang diucapkan kedua orangtuanya tadi. Gila! Gue baru 17, belom pernah pacaran sama sekali, tau-tau udah disuruh tunangan?! Mana gua juga mesti nikah juga ama tu anak, mending kalo tu cewek sesuai dengan kriteria gue, kalo ga? Arggh!! Pikirannya masih tidak percaya dengan semua ini. Bahkan, kembarannya sendiri pun tahu namun menyembunyikan ini darinya, alvin benar-benar sangat marah.
Iel, rio, dan cakka berdiri di depan pintu kamar alvin. Mereka mengetuk-ngetuk pintu itu sambil meminta maaf, namun tidak dihiraukan oleh alvin. Melihat alvin yangbegitu marah, mereka berjalan ke kamar masing-masing dengan lemas.
***
Alvin membuka matanya, pintunya masih terkunci. Berarti ini semua bukan mimpi. Sebegitu teganya mereka sama gue. Ia segera mandi dan makan di meja makan.
Suasana meja makan begitu hening. Tidak ada yang berani berbicara, rasa marah alvin masih sangat terasa. Alvin yang sudah selesai makan kembali ke kamarnya dan mengambil bola. Dengan berlari, ia sampai di lapangan futsal.
Alvin bermain dengan sangat buruk, menggiring bola pun ia tidak konsentrasi, sehingga seringkali bola itu malah tertendang jauh. Alvin merasa sebaiknya melakukan hal lain, berjalan menuju ke sebuah cafe di kompleksnya, cafe green. Suasana cafe itu yang menenangkan dan sangat hijau merupakan tempat favorit alvin. Ia kemudian memesan sebuah es krim dan mencoba meredakan amarahnya.
***
Bu ucie, pak duta, dan seluruh anaknya berkumpul kembali di ruang tamu. “mama cuma mau kasihtau kamu, alvin, pertunangan kamu akan dilaksanakan sabtu besok, kamu mau tau siapa anak yang dijodohkan denganmu?”
“sabtu depan? Terserah mama dan papa, asalkan kalian senang,” jawabnya dingin, lalu bangkit dari sofa dan berlalu ke kamarnya, baru selangkah, pak duta berbicara, “dia akan pindah kemari hari kamis, dia akan memakai kamar tamu di sebelah kamarmu,” alvin menutup matanya lalu membukanya kembali dan melanjutkan berjalan ke kamarnya.
***
@kelas XI-1
Keesokannya, alvin tidak berangkat ke sekolah bersama iel, rio, dan cakka, ia memilih berangkat dengan cagiva merahnya, ia masih marah. Di kelas, iel, rio, dan cakka terus meminta maaf kepada alvin, namun alvin sama sekali tidak mempedulikannya. Namun akhirnya ia merasa ingin tahu juga, maka saat istirahat, ia baru menanggapi permintaan maaf mereka.
“vin, please, vin, maafin kita,” kata iel dengan nada memohon, mereka menghampiri meja alvin. Hanya ada mereka berempat di kelas.
“hmm,” jawab alvin. Ia menatap ketiga kembarannya. “jelasin.”
Mereka tersenyum gembira, lalu menarik kursi disekitar mereka dan menjelaskan semuanya pada alvin.
“kalian disuruh apa sama mama papa?” tanya alvin setelah mendengar penjelasan mereka.
“gue disuruh ngebantu keluarga calon tunangan lo, and jadi tangan kanannya mama, ngatur semuanya biar lo ga tau,” jawab iel.
“gue disuruh ada di deket lo, dan yang ngejaga lo biar ga tau sebelum mama papa yang kasihtau,” jawab rio.
“kalo gue, gue disuruh ngurusin cewek itu, tapi gue gak tau cewek itu, gue belom pernah liat,” jawab cakka, dia tidak mau memberitahu alvin bahwa dia mengurus kepindahan anak itu kesini, dia mau alvin sendiri yang tau bahwa anak itu ada di sekolah ini besok.
“oke, gue maafin,” jawab alvin.
***
Bu Ucie menelepon Bu Winda, “wind, besok anak kamu mulai masuk sekolah ya! Biar aku yang nganterin.”
“yaudah cie, jam berapa?”
“jam delapan, biar alvin gak tau, kamu udah kasihtau anakmu?”
“belum, aku baru mau kasihtau dia.”
“ohh.. yaudah, atur aja, bye”
“bye”
***
@Rumah Bu Winda
“sayang!” panggil bu winda kepada anaknya yang sedang bermain basket di taman kecil belakang rumahnya.
“apa ma?” tanya anak perempuan bu winda.
“mama mau kasihtau kamu, tapi jangan marah ya,”
“iya, cepetan ma, aku mau main lagi nih,” ujar anak itu sambil memegang bola basket.
“kamu.. mama jodohkan dengan anak teman mama.. namanya..” belum sempat bu winda melanjutkan, anaknya langsung menyela.
“APA? HAH? Dijodohkan? gak salah denger?” teriak anak itu kaget.
Bu winda mengangguk. Anak itu menghela napas dengan berat. Pasrah. Dia tahu keputusan mamanya ini paling gak bisa diganggu gugat.
“kenapa mama jodohin aku sih ma? Aku kan masih muda, belum juga 17, mama takut aku gak laku ya? Aku kan belom pernah pacaran, aku gak suka ma dijodoh-jodohin kayak gitu, emangnya ini zaman siti nurbaya apa mah?” cerocos anak itu. Bu winda hanya bisa menggeleng-geleng melihat anak semata wayangnya itu cerewet abis-abisan kalo di rumah, gantian di mana-mana dia malah cuek gitu.
“bukan sayang, ini tuh udah perjanjian mama papa sama orangtua anak itu sebelum kami menikah,” bu winda menatap mata anaknya dengan lembut. “ohya, kamu juga bakal bertunangan dengan dia hari sabtu ini, kita bakal pindah ke rumahnya hari kamis, kamu gak boleh putus sama dia, dan kamu nanti juga harus nikah sama dia,” ucap bu winda buru-buru, dia lupa untuk mengatakan itu tadi.
“WHAT ?! TUNANGAN? NIKAH?” ucap anak itu dengan suara yang ditinggikan.
“ini udah perjanjian! Gak bisa ditolak atau dibatalkan!” ucap bu winda tegas. “bagaimana? Kau setuju?”
Anak itu menatap mamanya kesal. Terpancar aura dingin dari sorot matanya. “terserah,” kata anak itu dingin, dibantingnya bola basket yang dipegangnya tadi, lalu berlari sejauh-jauhnya dari rumah, dia mau menenangkan diri dulu.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar