Jumat, 06 Agustus 2010

cerbung >> Hasinuda In Love_Part 21

PART XXI: Kesalahan Terbesar
Alvin melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia sudah terbiasa ngebut untuk melepaskan semua kemarahannya. Ia marah, ia kecewa, hatinya benar-benar sakit sekarang. Kenapa semua ini terlalu nyata baginya? Andaikan dia bisa membunuh hatinya sendiri, mungkin hatinya sudah mati sedari dulu. Dia lebih memilih untuk tidak merasakan apapun sama sekali, tidak merasakan kebahagiaan, daripada harus menderita seperti ini.
Alvin membanting setirnya untuk menepi dan menghentikan mobil. Ia mengunci mobilnya dan berjalan ke sebuah padang ilalang. Diatasnya, dataran yang sengaja dibuat tinggi biasa digunakannya untuk tidur-tiduran. Alvin memetik sepucuk bunga ilalang dan membawanya ke atas. Ia meletakkan tangan kirinya dibawah kepala, satu kakinya ditekuk, dan yang satunya melonjor. Pandangannya terfokus pada bunga yang diputar-putarkannya diatas wajah.
Untuk sejenak, ia melupakan semua amarahnya. Tempat ini selalu membuatnya tenang. Tempat yang sepi, hanya terdengar gemersik ilalang dan angin yang berhembus. Alvin menghela napas. Hatinya sudah tenang sekarang. Dipandanginya awan yang berarak, yang terus berjalan.
Dia sadar, tak seharusnya ia marah seperti ini. Dia terus-menerus memotivasi dirinya sendiri. Kehilangan agni bukan kehilangan segalanya. Ia masih punya orangtuanya, iel, rio, dan cakka. Dia harus melewati semua ini. Biarkan semua berjalan apa adanya. Let it flow.
Alvin sudah bisa tersenyum sekarang. Hatinya lebih lega. Meskipun rasa sakit itu memang tak terbendung lagi. Dia masih bisa menahannya. Ia kembali ke mobil dan melajukan kembali mobilnya.
Iel, rio, dan cakka sedang istirahat sehabis pelajaran olahraga. Rio daritadi masih mencoba menghubungi alvin. tapi di reject terus.
“lo udah coba hubungin dia lagi yo?” tanya iel khawatir.
“udah, tapi direject terus daritadi.”
“coba yel, lo yang telfon, kali aja dia angkat,” saran cakka. Iel mengangguk.
Iel menghubungi alvin. diangkat. “alvin! lo kemana aja? Lo gak kenapa-kenapa kan? sekarang lo ada dimana?” tanya iel beruntun. Rio dan cakka menatap iel. iel menyalakan loudspeaker, agar rio dan cakka bisa ikut mendengar.
“nanya satu-satu aja kali yel,” canda alvin dari ujung telepon.
“ahh, elo vin, bikin gue jantungan aja daritadi, keluar dari sekolah pake ngebut segala,” kata rio. rasanya dia ingin sekali menoyor alvin.
“hehe, maklum, kan gue lagi emosi tadi,” kata alvin cengengesan.
“speednya berapa vin?” tanya cakka, alvin suka keterlaluan kalo lagi nyetir.
“tadi sih 160, kalo sekarang sih 100,” kata alvin enteng.
“lo kemana sih?” tanya iel ingin tahu.
“ada deh.”
“sok rahasia-rahasiaan lo vin, udah deh, lo ati-ati aja jalannya, jangan malem-malem pulangnya!” peringat rio.
“iya-iya,” alvin langsung mematikan hapenya.
“kebiasaan nih anak, kita belom selesai ngomong, dia udah matiin aja,” cakka menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.
“yang penting dia gak kenapa-kenapa, lah,” kata iel.
Shilla, ify, dan dea terus-terusan curi-curi pandang ke arah agni.
“agni,” panggil shilla.
“ya, kenapa shil?” jawabnya lambat.
“jangan diem dong ag, takut nih gue,” kata shilla. Ify dan dea mengangguk setuju.
Agni tersenyum tipis. “biarin gue sendiri dulu yah,” katanya.
Mereka bertiga mengangguk, dan meninggalkan meja agni. Tapi mereka tidak berhenti mengawasi gerak-gerik agni. Agni menopang kepalanya dengan satu tangan. Pandangannya kosong.
agni bersandar di ujung pintu geser balkonnya. Dia terus memandangi tangan kanannya. Jari manisnya kini kosong. Gak ada lagi cincin yang biasa ia usap-usap. Gak ada lagi cincin yang melingkar disana, yang menghiasi jarinya. Cincin itu. Tanpa cincin itu, kini hatinya hampa. Entah kenapa sebagian ruang di hatinya kini seperti kosong. Ia merasa kehilangan sesuatu yang sangat besar.
Semua ini salahnya. Mungkin ini kesalahan terbesar yang pernah ia lakukan, dia menghilangkan sesuatu dari hidupnya. Bukan cincin itu, tapi alvin. dia kehilangan alvin sekarang. Alvin marah sekali padanya. Agni memejamkan matanya. Badannya merosot ke bawah hingga terduduk.
Dia kehilangan sesuatu yang paling berharga di hidupnya. Alvin, mungkin dia tak akan bisa lagi melihat senyum alvin, sorot matanya yang lembut, tingkah lakunya yang berubah-ubah, dan sentuhannya. Agni merindukannya, dia terus memarahi dirinya sendiri, kenapa dia baru sadar kalau dia sayang sama alvin, disaat alvin mungkin sudah membencinya.
Yang dia tahu, dia harus mencoba, dia harus mengambil kembali, mengambil kembali semua yang dia lepas, meskipun dia tahu, alvin sudah terlalu marah kepadanya.
Agni tidak tahu harus berbuat apa agar alvin bisa kembali padanya. Dia mencoba memposisikan dirinya sebagai alvin. dia baru sadar, ternyata dia jahat sekali. Berkali menolak alvin, dan memutuskan hubungannya disaat alvin sedang berusaha mengambil hatinya.
Andai saja, andai saja tadi dia tidak emosi, semua tidak akan seperti ini. tapi dia saat itu dia sedang kesal, karna aren terus-terusan mendekati alvin, menyentuh alvin, dan alvin tidak menolaknya. Dia baru sadar, dia cemburu, dia gak mau alvin deket sama cewek lain, dia mau alvin selalu ada disampingnya. Selalu memberikan senyum kepadanya, dan menyentuh dirinya lembut.
Dia kangen dengan sentuhan alvin. dua minggu, seperti yang ia minta, alvin benar-benar menjauh darinya, tidak menyentuhnya sama sekali. Dia kangen dengan rangkulan alvin, genggamannya, dan pelukan alvin. kenapa jadi seperti ini, dia tidak akan bisa merasakan lagi sentuhan itu. Alvin akan semakin menjaga jarak darinya, menjauh darinya.
Alvin sudah memenangkan hatinya, entah sejak kapan, mungkin sejak lama, hanya saja dia terus menutup pintu hatinya pada alvin. kenapa dia harus menguji alvin segala? Padahal jauh di lubuk hatinya, alvin sudah mendapatkan hatinya. Tanpa alvin perlu berbuat apapun, agni sudah jatuh hati kepadanya.
Agni terus-terusan menyesalinya.
***
Di kedua tangan alvin, sudah ada 2 kotak perhiasan yang terbuka. Di tangan kirinya, sebuah kotak kecil berwarna merah gelap. Isinya ada 2 cincin. Cincin pertunangannya dengan agni. Di tangan kanannya, sebuah kotak putih yang lebih besar, didalamnya ada sebuah gelang perak. Tadiannya dia ingin memberikannya kepada agni, tapi, belum-belum dia memberikannya, agni sudah memutuskan hubungannya.
Alvin menaruh kotak cincinnya dan mengambil gelang itu. Gelang yang ditengahnya terdapat persegi panjang dan terukir ‘AlNi’. Yang membedakan gelang ini dengan yang lain itu rantainya, rantainya bukan rantai biasa, rantainya merupakan tulisan, ‘-Alvin-Agni-’, alvin sendiri yang mendesainnya.
Alvin menggenggam gelang itu. Rasa sakit hati itu kembali lagi, mengisi celah-celah pikirannya. Kepalanya sakit sekarang. Ia membereskan kotak-kotak itu dan menaruhnya di laci. Ia membaringkan kepalanya.
***
Iel mengetuk pintu kamar alvin. tidak ada jawaban. ia menekan gagang pintu, namun tak terbuka. Pintunya dikunci. Ia terus-terusan memanggil alvin. benar-benar tidak ada jawaban. iel turun ke bawah mencari kunci cadangan.
Alvin merasakan kepalanya berdenyut hebat. Sakit sekali. Ia meremas-remas kepalanya saking sakitnya. Tidak pernah ia merasakan sakit kepala separah ini. Ia tidak berani membuka matanya. Ia merasakan tubuhnya semakin melemas.
Iel membuka pintu dengan kunci cadangan dan langsung panik begitu melihat alvin tergeletak lemas di tempat tidurnya. “RIO! CAKKA!!” iel memanggil rio dan cakka. Rio dan cakka segera berlari ke kamar alvin, dan terkejut mendapati alvin dengan keadaan sangat lemas seperti itu.
Iel membaringkan posisi alvin dengan benar dan menyelimutinya. Rio langsung menelepon dokter, dan cakka mengambil kompresan. Badan alvin panas sekali. Alvin masih memegangi kepalanya. “alvin, lo kenapa?” tanya iel sangat khawatir. ia berlutut di sebelah tempat tidur alvin.
“ke..pa..la gu..e.. sa..kit.. ba..nget..” jawab alvin terbata-bata. Ia masih terus memegangi kepalanya. Rasa sakit itu begitu menderu di kepalanya. Kepalanya serasa hampir pecah.
Hampir saja tangis iel pecah melihat alvin. alvin terlihat begitu kesakitan, ia terus-terusan meremas kepalanya. Badannya bergerak-gerak lemas. Iel menahan tangan alvin. “udah vin, jangan dipegangin terus, nanti tambah sakit,” bibir iel bergetar mengucapkannya.
“tapi kepala gue sakit banget yel,” alvin memberontak, ia mencoba menarik tangannya dari iel, namun cengkraman iel begitu kuat, dengan keadaannya seperti ini, ia tak kuat menarik tangannya. “kepala gue sakit banget yel, gue gak tahan,” katanya memohon, bulir-bulir air mata alvin tertahan di pelupuk matanya. Ia tak kuat dengan sakit kepalanya ini. terlalu sakit.
Cakka kembali dengan kompresannya, dia mengompres alvin yang sedari tadi terus mengeluh sakit kepala. Tergoreskan pedih yang mendalam di hati iel, rio, dan cakka, melihat alvin seperti ini sungguh menyakitkan bagi mereka. Anehnya, mereka tidak bisa merasakan rasa sakit alvin, tidak seperti kembaran pada umumnya yang bisa merasakan apa yang dirasakan kembarannya yang lain. Alvin terbiasa menyimpan semuanya sendiri, menutupnya rapat-rapat, sehingga tidak ada celah yang bisa mereka rasakan.
Dokter membius alvin dengan obat tidur, penurun panas dan penenang sakit kepala. Rio berbicara dengan dokter diluar. Iel dan cakka duduk di sofa, menatap nanar kembarannya ini.
Rio kembali dari luar.
“kata dokter apa yo?” tanya cakka tanpa mengalihkan pandangannya dari alvin.
Rio menggelengkan kepalanya pelan, “kata dokter, dia stress berat. Tingkat frustasinya udah terlalu tinggi, gak lama lagi dia bisa depresi kalo kayak gini terus.” Hati iel dan cakka mencelos. Depresi? Separah itukah tekanan alvin?
Iel berjalan mendekati alvin. dia duduk disamping alvin yang tertidur. Biarpun tertidur, alvin tidak tenang, ia bergerak-gerak gelisah. Iel mengusap-usap rambut alvin dan menepuk-nepuk dada alvin pelan, layaknya seorang kakak ke adiknya yang masih kecil guna menidurkannya.
“liat yel, adik kesayangan lo, tidur aja dia gak tenang,” kata rio prihatin, di ujung tempat tidur alvin.
Mereka bertiga sayang sama alvin, tapi iel yang paling sayang sama alvin. apapun yang alvin minta, pasti dia berikan. Meskipun sifatnya dengan alvin berbeda jauh, tapi justru itu yang membuatnya semakin sayang pada alvin. kalau waktu masih kecil, alvin meminjam mainan iel, pasti iel langsung berikan, alvin minta es krim, pasti dia langsung berikan. Ia terlalu memanjakan alvin.
Tapi alvin begitu pendiam dan tertutup, membuat iel selalu khawatir dengannya. Ia takut alvin membencinya dan menjauh darinya, makanya ia sangat memanjakan alvin. sehingga sifat manja alvin masih terbawa sampai sekarang.
Iel menatap alvin kasihan. “alvin, lo tidur yang tenang ya, lupain semua rasa gundah lo, buang semuanya, udah saatnya hidup lo tenang vin,” bisik iel di telinga alvin. alvin yang sedang tertidur terenyak dengan kata-kata iel dan langsung tenang.
“elo yel, kayak si alvin udah mau mati aja, dibisikin kata-kata kayak gitu,” kata cakka.
Iel menatap cakka tajam.
“ampun yel, gue kan Cuma ngomong doang, gak nyumpahin,” katanya takut-takut.
Mereka bertiga kembali duduk di sofa. “sebenernya apa sih tekanan batin dia selama ini?” tanya rio heran.
Mereka bertiga berpikir. Bingung juga kalo ditanya kenapa, karna alvin selalu dimanja, kemungkinan dia merasa tertekan harusnya sangat kecil, tapi ini kenapa malah terlalu besar?
“apa karna dia sering ngamuk-ngamuk? Jadinya dia stress sendiri gitu?” tanya rio.
“mungkin sih, tapi gak mungkin Cuma itu doang,” kata iel.
“karna agni?” kata cakka.
Iel menggeleng. “itu tekanannya akhir-akhir ini, tapi kan sebelum-sebelumnya dia juga udah frustasi,” katanya.
Mereka terus-terusan mendiskusikan kemungkinan yang ada. Namun tetap saja, mereka tidak tahu apa. Cakka mengukur panas alvin. masih panas sekali, sepertinya obat dokter tidak berfungsi pada alvin. Mereka menjaga alvin bergantian.
Alvin membuka matanya perlahan. Kepalanya masih sakit. Iel, rio, dan cakka tertidur di sofa. Alvin merasakan badannya dingin. Ia menggigil, berarti badannya panas sekali sekarang. Alvin meraba sebuah papan alas disebelahnya, diambilnya, dan dibacanya. Suhu badannya per jam, bukannya semakin menurun malah semakin meningkat.
Alvin tersenyum kecil membacanya. Berarti ketiga kembarannya ini kelelahan menjaganya. Ia berusaha berdiri, walaupun satu tangannya menempel ke benda-benda di sekitarnya untuk membantunya berjalan. Alvin mengambil hapenya dan berjalan ke ruang keluarga lantai atas.
Alvin memencet nomor dan menghubungi seseorang. “ma, alvin mau ngomong, penting,” katanya, lalu mematikan hapenya.
Alvin duduk di sofa dan menyalakan tv, lalu menyambungkan alat comunicator yang diproduksi dari perusahaan keluarganya untuk berkomunikasi seperti skype.
Di layar, sudah ada orangtuanya yang sedang duduk. “ada apa vin?” tanya bu ucie.
“alvin mau ngomong serius ma,” katanya pelan.
“disana masih jam 4 kan sayang? Kok kamu udah bangun? Muka kamu pucet, kamu sakit ya?” tanyanya khawatir. alvin menggeleng.
“ma, alvin mau minta maaf sama mama papa, juga sama tante winda dan uncle joe, alvin udah ngecewain kalian,” katanya lirih.
“maksudnya?” tanya pak duta.
“alvin sama agni udah gak bisa nerusin ini lagi, kita udah gak sanggup,” alvin mencoba menekan rasa sakitnya agar tidak terpancar dari sorot matanya.
“tapi kenapa sayang? Bukannya kalian setuju sama pertunangan ini?” tanya bu ucie.
Alvin menggeleng. “gak ma, pa, dari awal kita udah gak setuju sama pertunangan ini, udahlah ma, pa, alvin gak bisa nerusin ini, kita udah selesai,” kata alvin menahan pedih.
Bu ucie menatap putra dihadapannya ini kasihan. Dari ucapannya, tergambar jelas bahwa hatinya hancur. Bila saja, bu ucie ada di sebelah alvin sekarang, dia pasti sudah memeluk alvin erat, tidak tega dia melihat alvin seperti ini.
“udah ya ma, pa, yang penting alvin udah kasihtau kalian, alvin mau tidur lagi ya,” katanya sambil tersenyum.
Bu ucie dan pak duta mengangguk lalu memutuskan koneksi jarak jauhnya barusan.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar