Jumat, 06 Agustus 2010

cerbung >> Hasinuda In Love_Part 32

PART XXXII: Depresi
Zahra menangis. Dia tidak pernah dimarahi seperti ini sebelumnya. Rio memeluk zahra, menenangkannya. “jangan nangis zah, balik yuk,” bujuk rio. zahra mengangguk dan meninggalkan mereka.
Shilla benar-benar marah pada rio dan zahra. Keduanya menyebalkan sekali, andai saja zahra tidak ada, tidak mungkin rio jadi lebih memperhatikan zahra dibanding dirinya. Shilla berlari ke kamarnya dan membanting pintu.
Iel dan cakka membereskan cake zahra dan meninggalkan yang lain tanpa berkata apa-apa. “cewek ganjen, kecentilan, carper banget sih,” cibir dea.
Ray menatapnya. “kok lo semua benci sama zahra sih? Dia kan baek,” bela ray. Keduanya menatap ray sinis.
“semua cowok sama aja! Gak ada yang ngertiin cewek! Gue kira lo beda ray, ternyata lo sama aja!” seru ify dan segera beranjak ke kamarnya bersama dea.
***
“kenapa sih si rio selalu belain zahra?!” gerutu shilla.
Dea masuk ke kamarnya dan duduk di sebelah shilla. “sabar ya shil, emang rese tuh anak. Mendingan lo jangan ribut deh sama kak rio, nanti dia kesenengan lagi,” kata dea.
Shilla menatapnya dan mengangguk. “gak bakal gue biarin si zahra-zahra itu ngerebut rio dari gue!”
Dea tersenyum. “gitu dong, pokoknya, kita harus bikin cowok kita lebih care sama kita daripada zahra!” katanya semangat. Shilla mengangguk setuju.
***
“gue salah apa sih?” zahra masih menangis sesenggukan di pelukan rio.
Rio membelai rambut zahra. “gak ada yang salah kok, mereka aja yang gak suka sama lo,” katanya lembut.
“gue kan gak ngerebut lo semua dari mereka, kenapa mereka harus benci sama gue sih?” zahra menjauh dari rio dan duduk.
Rio tersenyum. “karna mereka sayang sama kita zah, makanya, lo cari cowok dong, biar mereka gak gitu ke lo,” balas rio.
“udah zah, jangan nangis terus, gue gak suka liat lo nangis,” kata cakka yang baru kembali dari meja makan.
Zahra menghapus air matanya dan tersenyum. “kok tadi alvin bilang cake gue pahit? Emang pahit ya?” tanyanya bingung.
Yang lain mengangkat bahu. “gak tau zah, kita cobain manis kok, kayak yang biasa lo buat,” jawab iel.
“tapi kenapa alvin bilang pahit? Apa dia gak mau makan cake gue kali ya?”
“gue gak tau, tapi agni pasti tau, kita mau nanya ke agni sebelum alvin pulang, kita ke agni dulu ya,” pamit cakka. Zahra mengangguk. Ketiganya kembali ke rumah agni dan mengetuk pintu kamarnya.
Ify membuka pintu. “mau apa?” tanyanya jutek.
“agni, kita mau ngomong sama dia, penting!” jawab iel cepat.
Agni mengikuti mereka bertiga dengan malas. “mau apa?” tanyanya.
“kasihtau kita, alvin kenapa,” pinta rio.
“dia gak kenapa-napa,” jawab agni santai.
“gak kenapa-napa apanya?! Jelas-jelas dia jadi aneh gitu! Masa makanan manis dibilang pahit?!” kata iel cemas.
“dia gak kenapa-napa,” agni mengulang kata-katanya tadi dengan dingin.
“kita kembarannya ag! Kita perlu tau! kenapa sih lo sama dia selalu nyembunyiin ini?!” seru cakka kesal.
Shilla, dea, dan ify yang mendengar suara cakka yang agak kencang langsung keluar mencari tahu. Mereka bersembunyi dibalik balkon tangga yang tertutup.
“alvin gak mau lo semua tau, berarti gue gak berhak cerita apa-apa,” balasnya dingin.
“apa semua ini ada hubungannya sama tekanan alvin?” tanya rio pelan. Agni menatapnya. “berarti bener kan?” tanyanya lagi. Agni mengalihkan pandangannya.
“kasihtau ag, please, kalo emang ada hubungannya, biarin kita tau, kita gak mau alvin nanti.. nanti..” iel tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Dia kasihan pada alvin bila itu benar terjadi.
Shilla, ify, dan dea yang sedaritadi menguping tidak mengerti apa yang dimaksud mereka. Tekanan alvin? maksudnya? Terus tadi iel mau bilang apa? Nanti alvin kenapa? pikiran mereka penuh pertanyaan sekarang.
“kalo alvin ngijinin, gue kasihtau, kalo gak, berarti gak,” kata agni tegas.
“lo tega ag, lo udah jahat sama zahra tadi, sekarang lo juga jahat sama alvin, lo ngebiarin alvin menderita sama tekanannya,” kata rio tajam. Agni menatapnya marah.
“gue gak jahat sama alvin, dia yang minta gue begitu! dan dia sekarang udah lebih terbuka sama gue! jangan ngebuat alvin benci sama gue, jangan paksa gue! dan zahra, dia bukan siapa-siapa gue! ini rumah gue! hak gue buat ngelarang siapa aja masuk rumah gue!” tegas agni lagi.
Shilla, ify, dan dea tersenyum penuh kemenangan mendengar ketegasan agni melarang zahra masuk ke rumahnya. Rio, iel, dan cakka menyerah. Percuma melawan agni, pendiriannya kuat, susah buat dibujuk kalo dia emang gak mau. Lebih baik mereka langsung bertanya pada alvin saja. Ketiganya meninggalkan rumah agni, tidak sabar menunggu alvin pulang dan segera menginterogasinya.
Agni menghembuskan napas melepas semua kegundahannya. Dia serba salah sekarang. Kalau dia memberitahu yang lain, alvin pasti akan marah besar padanya. Tapi kalau dia tidak memberitahukannya, kalau alvin nanti kenapa-napa gimana? Semua pasti akan marah padanya. Agni mengambil minuman di dapur.
“ada apa sih ag sebenernya?” tanya ify tiba-tiba. Agni terkejut karna tiba-tiba dea, ify, dan shilla sudah ada di belakangnya.
“ngagetin aja lo! emang ada apaan?” tanyanya pura-pura.
“tadi kita denger omongan lo sama mereka, bener kan, lo nyembunyiin ini dari kita,” tuduh shilla. Agni memilih untuk tidak menjawab.
“jawab ag, kita mau tau,” kata dea memohon.
Agni menggeleng. “privasi gue sama alvin,” jawaban agni membuat yang lain tidak dapat bertanya lagi.
***
Agni menunggu alvin di ruang keluarga rumah hasinuda. Dia tidak mempedulikan zahra yang sedaritadi curi-curi pandang ke arahnya alih-alih menonton TV.
Jam setengah delapan, alvin belum pulang juga. Agni terus-terusan menghubungi alvin, gak diangkat. Akhirnya dia memutuskan untuk menyusul alvin saja. Baru dia mau masuk ke mobil alvin, alvin sudah pulang duluan. Agni segera menghampiri alvin.
“jam berapa nih! Jam delapan kurang! Kan gue bilang jam tujuh!” agni mengomeli alvin yang baru memasuki rumah.
“gue tadi ketiduran, bangun-bangun udah jam tujuh lewat,” jawabnya.
“laen kali jangan gitu! Bikin gue khawatir aja,” balas agni lagi. Agni mengambilkan alvin minum. Alvin meminumnya.
“iya iya, jangan ngomel terus ya,” alvin mencubit pipi agni gemes. Agni mengusap-usap pipinya.
“udah, sana makan, gue balik dulu, ngantuk!” agni berbalik meninggalkan alvin. alvin menahan tangannya. “apa?”
“nginep sini aja ya, kangen gue sama lo,” pinta alvin.
“gak enak gue sama ray, masa ditinggal ama tiga cewek,” balas agni.
“tapi lo kan juga cewek,”
“dia gak enak kalo nginep tanpa gue, jadi canggung dia,”
“yah, tapi gue kangen sama elo ag, udah lama lo gak nginep disini,”
Zahra yang sedaritadi mendengarkan pembicaraan mereka hanya diam saja, mendengarkan lagi. Dia sih tau kalo alvin moody, gak heran kalo alvin minta-minta kalo lagi kangen, tapi anehnya dia kan sama agni terus, masa kangen sih?
“yaudah, hari ini aja ya, gue bilang ke yang laen dulu,” baru saja agni mau melangkah, dia baru menyadari sesuatu. “vin, lo tadi nurutin mood lo?” tanyanya.
Alvin mengangguk tanpa sadar. “vin! Mood lo udah balik lagi ya? Wah, berarti gak lama lagi lo bisa kayak dulu lagi dong!” bisiknya pelan, takut zahra mendengar. Alvin hanya tersenyum tipis.
***
Agni mengetuk pintu kamar alvin. tidak ada jawaban. ia mengintip dari lubang kunci, alvin sedang tidur. Agni memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
1 jam kemudian, alvin belum keluar juga, padahal sudah jam 9 pagi, biasanya alvin sudah bangun. Iel yang cemas langsung membuka pintu kamar alvin dengan kunci cadangan.
Alvin bergerak-gerak gelisah, badannya berkeringat dingin, matanya masih terpejam, sepertinya ia mimpi buruk. Iel meletakkan telapak tangannya diatas kening alvin. panas sekali. Alvin rupanya demam.
Iel memanggil rio, cakka, dan zahra. Mereka bertindak cepat menjaga alvin. mereka memanggil dokter sekaligus psikolog alvin, penasaran dengan sikap alvin beberapa hari ini.
“gimana yat?” tanya rio pada dayat, psikolog alvin yang beda usianya hanya 3 tahun dengan mereka.
“hhh.. lo semua tuh gak bisa jaga alvin, ya! Masa alvin jadi sampe kayak gini sih?!” omel dayat ke ketiganya.
“emang alvin kenapa?” tanya cakka ingin tahu.
“alvin depresi tau gak sih! Waktu itu dia udah pernah dikasih obat kan sama dokter? Kenapa gak diminum?!” dayat kesal dengan mereka bertiga, tidak pernah bisa menjaga alvin. hati mereka mencelos.
“depresi?” tanya rio bergetar.
“iya! Lo semua tau kan alvin udah frustasi?! Terus sekarang dia jadi depresi! Lo tau kan tingkat stress yang lebih tinggi dari depresi?!” iel, rio, dan cakka tidak tahu harus bagaimana lagi, mereka benar-benar kasihan pada alvin, kenapa harus alvin yang menanggungnya?
“kasih kita obatnya, kita bakal buat alvin minum obatnya,” kata iel tenang. Sebenarnya dia benar-benar ketakutan sekarang, dia gak mau alvin begini.
Dayat membuka tas obat yang biasa dia bawa, lalu menyerahkan beberapa bungkus obat pada mereka. Rio mengambilnya. Dia menghitungnya. 1, 2, 3, hah? 8 bungkus? Gila! Batin rio.
“lo mau bunuh dia yat?” kata cakka asal, banyak banget obatnya, dijamin deh, alvin gak bakal mau minumnya.
“dia gak bakal OD kok, dia bakal balik kayak dulu lagi kalo minum obatnya teratur selama sebulan!” balas dayat.
“sebanyak ini sih mana mau dia minum? Kayak lo gak tau alvin aja sih,” keluh iel. dari dulu dayat selalu memberikan obat yang banyak pada alvin, hanya saja alvin selalu menolaknya dan tidak meminumnya.
“mau dia sembuh kaga? Kalo mau ya dia harus minum,” balas dayat lagi.
“eh, gue mau tau, kok si alvin bilang pahit pas nyobain makanan manis?” tanya rio penasaran.
Dayat menatapnya heran. “ya iyalah! Itu kan semua tergantung pikirannya dia, kalo dia ngerasa takut, semuanya bakal jadi pahit! Tapi kalo dia seneng, semuanya bakal manis! Kayak gak tau aja sih kalo orang depresi itu banyak negative thinkingnya!”
Ketiganya mengangguk mengerti. “terus gimana caranya biar dia gak nethink terus?” tanya iel.
“suruh dia minum obatnya! Yang teratur! Nanti juga sembuh!” suruh dayat.
Ketiganya melengos. Bakal susah deh. “yaudah, sana pergi,” usir cakka. Dayat menatapnya kesal. “kebiasaan, kalo udah selesai, pasti ngusir,” cakka hanya tersenyum. Dayat segera pergi.
Mereka kembali ke kamar alvin. zahra menanyakan pemeriksaan dokter. Ketiganya hanya tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa.
“bilang dong, alvin kenapa,” zahra memohon meminta jawaban.
“dia gak papa kok zah, Cuma kecapekan aja,” jawab rio bohong. Zahra sepertinya percaya, dia menganggukkan kepala.
“agni mana?” tanya cakka.
“dia tadi udah balik ke rumahnya,” jawab zahra. Cakka menelpon agni memintanya datang.
Agni datang, dia melihat zahra sedang mengompres alvin. alvin masih tidur dan bergerak-gerak. Zahra yang melihat agni langsung menjauh dari alvin dan keluar kamar. Rio dan cakka ikut keluar. Agni duduk di samping alvin.
“alvin kenapa?” tanyanya pada iel.
Iel menatap agni marah. “lo udah tau kan kondisi alvin?! kenapa lo gak kasihtau kita sih?! Atau lo ke psikolog gitu minta obat?!” cerca iel marah.
“jadi lo semua udah tau? gue udah bilang berkali-kali, alvin yang minta gue, gue juga serba salah. Dia gak mau ke psikolog, dia gak mau obat, dia mau biasa aja,” jelas agni, ia mengganti kompresan alvin.
“tapi itu nyiksa dia ag! Dia bakal semakin parah kalo gitu terus! tadi gue udah panggil psikolog, dia bilang alvin bisa lebih parah lagi, lo gak mau kan? kalo gitu lo harus ngebuat alvin minum obatnya!” perintah iel. agni mengangguk pelan.
“nih obatnya!” iel menyodorkan bungkusan obat.
“banyak banget, gak salah nih?” tanya agni heran.
Iel menggeleng. “dia harus minum obat itu sebulan berturut-turut kalo mau dia sembuh dan balik kayak dulu!” iel segera meninggalkan agni.
Agni menaruh bungkusan obat itu di meja kecil samping tempat tidur alvin. dia mengelap keringat di wajah alvin. “sayang, bangun ya, udah siang,” bisiknya. Alvin bergerak pelan dan membuka matanya sedikit demi sedikit.
“hh.. udah siang? Jam berapa?” tanyanya, dia sedang mengumpulkan nyawanya.
“jam 10, semalem tidur jam berapa? Kayaknya capek amat,” agni mengambil kompresan diatas kepala alvin.
“jam 4 gue baru bisa tidur, lagian gue udah bilang gue kangen sama lo, elonya malah tidur,” balas alvin.
“gue kan ngantuk. Vin, elo mulai hari ini minum obat ya?”
Alvin menatapnya. “obat? Obat apa?” tanyanya bingung.
“obat depresi lo, tadi pada manggil psikolog buat meriksa lo, dan lo dikasih obat ini buat diminum sebulan tanpa absen biar lo sembuh dan balik kayak dulu,” jelas agni.
“gue gak mau minum obat, mana banyak lagi,” tolak alvin.
“harus, kalo nolak, gue bakal gak peduli lagi sama lo!” ancam agni. Alvin melengos.
“iya-iya, ngancem lo mah,” alvin mendudukkan dirinya, dan bergeser ke samping, membiarkan agni duduk di sebelahnya.
“gitu dong,” agni tersenyum sambil menepuk-nepuk kepala alvin. “kemaren lo renungin apa?” tanyanya.
“gue tau kenapa gue ngerasa pahit pas nyobain cakenya zahra. indra pengecap gue udah gak bener, bahkan sekarang gue gak bisa ngerasain rasa apapun, mau manis, asin, asem, pahit, pedes, tawar, semuanya gak ada rasanya lagi di mulut gue,” kata alvin.
“gue sekarang udah bisa sayang lagi sama lo, karna lo slalu ngasih perhatian ke gue, makasih ya,” kata alvin lagi. Agni tersenyum.
Alvin memeluk agni. “gue sayang sama lo ag, slalu dan gak akan pernah habis, jangan pernah tinggalin gue ya, gue bener-bener gak mau kehilangan lo,” untung saja alvin sudah berani menyentuh agni lagi, jadi dia bisa memeluk agni seperti dulu.
Agni menepuk-nepuk punggung alvin pelan. “iya, gue gak akan pernah ninggalin lo, harus gue bilang berapa kali sih?”
Alvin merenggangkan pelukannya dan mencium pipi agni agak lama, dia kangen sekali dengan agni, sudah lama dia tidak menyentuhnya seperti ini.
“mandi sana, jangan lupa makan! Obatnya juga jangan lupa diminum! Gue mau jalan dulu sama yang laen,” alvin mengangguk.
***
“vin, lo udah gak panas?” tanya zahra khawatir.
Alvin menggeleng. “zah, ambilin gue makanan dong,” pinta alvin.
Zahra mengambilkannya makanan dan menaruhnya di depan alvin. “dasar males, padahal dapur Cuma tiga meter doang dari sini,” cibir zahra. Alvin hanya tersenyum.
“gimana rasanya vin? Gue yang buat loh.”
“enak,” jawab alvin asal. Dia gak tau gimana rasanya ni makanan.
“yang bener dong, asin, manis, atau apa?” tes zahra, dia pengen tau jawaban alvin.
“ya pokoknya enak lah, rasanya pas, pake ditanya-tanya lagi,” elak alvin. dia gak tau rasa yang sebenernya. Toh di mulutnya bener-bener gak ada rasa apapun.
“lo bohong kan vin? Rasanya keasinan tau, gue sengaja nambahin garem yang banyak,” wajah alvin langsung pucat. Dia benar-benar tidak tahu rasa makanan ini.
“oh iya ya, gue baru ngerasain, asin banget,” kata alvin bohong.
“lo sakit vin? Atau kenapa gitu? Gue Cuma boongin lo lagi, rasanya biasa aja, gak keasinan, Cuma buat ngetes lo doang. Lo kenapa sih vin?” tanya zahra penasaran.
“lo kenapa boongin gue sih?!” alvin jadi kesal.
“bilang vin! Lo kenapa?! kenapa gak ada yang ngasihtau gue sih?” sewot zahra.
“tau ah!” alvin mengambil bungkusan obatnya dan keluar mengendarai mobilnya. Dia mau nyari makan aja, daripada dikerjain sama zahra.
“napa sih?” gumam zahra.
Terdengar ketukan pintu. Zahra membukanya. “ray?”
“kenapa ray?” lanjutnya lagi.
“jalan yuk, bosen gue ditinggal,” ajak ray sambil tersenyum. zahra mengangguk.
***
Alvin bosen di rumah sama kembarannya plus zahra mulu, dia mau maen aja ke rumah agni.
“maen ke sebelah yuk,” ajak alvin. rio, iel, dan cakka mengangguk setuju. Zahra diam saja.
“ayo zah, ada ray lohh, lo suka kan sama ray?” goda alvin. zahra tersipu malu.
“gak deh vin, kalian aja, agni gak ngijinin gue ke rumahnya,” kata zahra. Alvin mengernyitkan dahinya.
“gak ngijinin? Maksudnya?”
“maksudnya si agni ngelarang zahra masuk ke rumahnya, lagipula cewek-cewek kita pada sirik sama zahra, ntar suruh ray aja yang kesini,” kata cakka.
“aneh.. yaudah, lo disini aja ya zah, kita manggil ray dulu,” zahra mengangguk.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar