Jumat, 06 Agustus 2010

cerbung >> Hasinuda In Love_Part 3

PART III: ‘Rhythm of Our Loves’ , Akhirnya Tlah Kutemukan
Cakka, Rio, dan Iel yang baru selesai membantu pindahan, kaget karna alvin datang dengan berlari. Bajunya basah berwarna merah. Alvin yang baru membuka pintu langsung dicegat oleh rio.
“vin, lo kenapa lari-lari? Trus baju lo kenapa? Lo gapapa kan?” tanya rio khawatir.
“gue gapapa, baju gue basah kena minuman orang aneh, gue ganti baju dulu ya, ga betah nih,” alvin berlari menuju kamarnya.
Iel, rio, dan cakka berkumpul di kamar iel. Kamar yang ber-wallpaper hitam dengan grafiti GABRIEL STEVENT DAMANIK besar berwarna silver di sekeliling dindingnya, perabotan berwarna abu-abu, dan satu set drum di sudut kamarnya, semuanya serba hitam dan abu-abu, cukup menggambarkan karakter iel yang penuh semangat. Mereka duduk di karpet yang cukup besar, dan membicarakan sesuatu dengan serius.
“ga tega nih gue ga kasihtau alvin,” ujar rio mengawali pembicaraan.
“kita juga ga tega kali, tapi mau gimana lagi, kita kan udah disuruh mama biar gak kasihtau dia,” kata rio, menyandarkan badannya di pinggir ranjang iel.
“gue kasihan, dia ga akan bisa punya cewek setelah acara itu, dia bakal terikat sama cewek itu, dan gue yakin, mama sama papa pasti gak akan ngebolehin alvin beralih ke cewek lain,” ucap cakka dengan nada iba.
Rio, iel, dan cakka menghembuskan napas berbarengan. Terdengar derap langkah di luar, mereka yakin itu alvin.
“oy! Udah malem, makan yuk!” seru alvin setelah membuka pintu kamar iel dan menjulurkan kepalanya dengan satu tangan memegang gagang pintu.
Rio, iel, dan cakka mengikuti alvin menuju meja makan dan makan malam.
***
Esok harinya..
@Kantin-SMA AS
Shilla, dea, ify dan zevana mencari tempat duduk, namun yang tersisa sepertinya tinggal tempat duduk di meja iel dkk. Mereka menghampiri meja itu.
“kak, boleh kita duduk disini? Udah gak ada tempat lagi,” tanya ify.
“yaudah, duduk aja,” jawab cakka.
“makasih ya kak,” balas ify sambil tersenyum, cakka mengenali senyuman ify, senyumannya seperti senyuman teman kecilnya dulu. Tapi, mana mungkin? Pikir cakka dalam hati.
Rio, iel, cakka, dan alvin duduk sejajar, sehingga shilla, dea, ify, dan zeva duduknya berhadapan dengan mereka. Shilla memilih tempat duduk dihadapan rio, dea dihadapan iel, zeva dihadapan alvin, sehingga ify duduk berhadapan dengan cakka.
Shilla mengajak rio berbicara, “kakak kelas berapa?” tanyanya.
“XI-1,” jawab rio singkat.
“kakak kembar 4 ya? Siapa yang duluan?” tanya dea pada iel.
“pertama gue, terus rio, terus alvin, terakhir cakka,” jawab iel.
Rio membisikkan sesuatu pada iel, kemudian mereka bertukar tempat. Shilla dan dea saling menatap, bingung.
“kakak kenapa pindah?” tanya dea pada rio.
“hehe.. gapapa.. pengen ngobrol aja sama lo,” jawab rio tersenyum.
Jadilah rio mengobrol dengan dea, dan shilla mengobrol dengan iel. Dalam hati, dea dan shilla kecewa dengan sikap mereka. Sementara itu..
“fy, lo pianis terbaik se-ASEAN kan?” tanya cakka.
“iya, kakak bisa main piano?” tanya ify.
“bisa,” jawab cakka. Mereka membicarakan piano seterusnya.
Zevana yang melihat teman-temannya asik mengobrol, melihat alvin, yang makan dengan cueknya. “hai kak, kakak kapten futsal ya?” tanya zeva basa-basi.
“hmm,” jawab alvin cuek.
“denger-denger, kapten futsal ceweknya belom ada ya kak? berarti kakak mimpin anak cewek juga dong?”
“hmm,”
“kakak kok jawabnya ‘hmm’ doank sih? Ga bisa jawab yang laen apa?” kata zeva kesal.
Alvin memandang zeva tajam, “suka-suka gue,” jawabnya dingin. Alvin beranjak dari kursinya, “gue duluan, bete gue ada orang aneh disini,” kata alvin pada mereka semua. Zeva mendengus kesal, dasar cowok ngeselin! Mendingan juga gue sama rizky aja, lebih baik daripada cowok yang dibilang ‘perfect’ ini! Kata zeva dalam hati.
***
@Rumah Hasinuda
“eh, tadi mama telpon, katanya mereka pulangnya besok, ada urusan mendadak,” kata iel.
“oh ya udah,” kata rio.
“kalo gitu gue ke toko buku dulu ya, ada yang mau gue beli, mau ikut gak?” tanya alvin. Ketiga kembarannya menggeleng. Alvin mengambil kunci motornya, dan mengendarai cagiva merahnya itu ke toko buku di kompleksnya.
***
@Toko Buku
Alvin mencari buku yang dicarinya, lalu melihat buku itu ada di rak, tinggal satu, ia segera berlari ke arah rak itu. Sebuah tangan mencapai buku itu bersamaan dengan tangannya. Alvin melihat wajah orang itu, dia kan anak aneh kemaren! Seru alvin dalam hati. Anak itu juga melihat alvin, idih! Kok dia lagi sih?! Seru anak itu dalam hati.
Alvin dan anak itu menarik buku itu sambil menatap tajam. “lepasin tangan lo! Gue yang duluan!” seru anak itu.
“gue!” kata alvin.
“gue!”
“gue!”
Seorang petugas toko buku mendatangi mereka, “maaf dek, daripada kalian rebutan buku ini, lebih baik saya ambil,” katanya, mengambil buku yang dipegang alvin dan anak itu.
Alvin dan anak itu menatap tajam, masing-masing berseru dalam hati, semoga gue gak ketemu ni orang lagi!
Alvin pulang dan memasuki kamar rio lalu membanting tubuhnya ke atas ranjang rio.
“woy! Napa lu vin? Bukunya gak ada?” tanya cakka.
“ughh! Tadi gue ketemu anak aneh yang kemaren! Gara-gara dia gue ga jadi beli tuh buku! Mana tinggal satu lagi!” jawab alvin marah-marah.
“wets dah, sabar bro! Cerita donk yang jelas,” kata iel. Alvin menceritakan kejadian itu dan ketiga kembarannya itu malah menggeleng-gelengkan kepala.
***
Keesokan harinya..
Jam istirahat, namun cakka tidak ikut ke kantin bersama yang lain, ia sedang mengadakan rapat dengan kepala sekolah dan para guru. Cakka, alvin, rio, dan iel sebagai anak pemilik sekolah tentunya disegani oleh para guru, dan mereka berhak mengatur para guru dan kepala sekolah, tentunya untuk hal yang baik. Cakka memberitahukan semua guru tentang murid yang akan datang nanti.
Ify tidak ke kantin juga, dia malah bermain piano di ruang musik, lagu yang dulu ia mainkan bersama teman kecilnya. Cakka yang sudah selesai rapat, berjalan di koridor khusus ruang ekskul. Ketika melewati ruang musik, ia mendengar sebuah alunan musik, yang amat bersahabat di telinganya.
Cakka masuk ke dalam ruang musik, dilihatnya ify sedang bermain piano, permainannya sangat indah. Cakka berjalan menghampiri ify, “boleh main bareng?” tanya cakka. Ify menoleh dan mengangguk, lalu bergeser kesamping. Mereka memainkan piano berdua.
Ketika permainan selesai, ify beranjak dari bangku piano tersebut, lalu melangkah kemudian berhenti. Ify berbalik dan menatap cakka. Cakka memainkan lagu yang sangat amat dikenalnya, sudah lama ify merindukan lagu ini mengalun dengan indahnya. Cakka terus mengalunkan lagu tersebut, memandang ify dan berkata berbarengan, “Rhythm of Our Loves.” Mereka saling bertatapan tak percaya, “kamu, anak kecil itu kan? Yang memberiku kalung ini, kan?” tanya ify lalu mengeluarkan bandul kalungnya, yang berbentuk piano kecil. Cakka mengangguk. Ia tak percaya orang yang dicarinya selama ini ada dihadapannya sekarang. “jadi, kamu anak yang dulu tidak mau memainkan piano kan?” tanya cakka.
“ya,” jawab ify. “dan kamulah orang yang membuatku mau bermain piano, itu lagu pertama yang kumainkan, denganmu tentunya,” ify tersenyum.
>>FLASHBACK
“Lyssa!! Kamu harus les piano!” seru seorang wanita kepada anak perempuannya yang masih kecil, di depan sebuah ruang les piano.
“gak mau! Lyssa gak mau! Lyssa gak suka piano!” teriak anak itu.
“pokoknya kamu harus! Papa sama mama kan pianis! Masa kamu gak bisa main piano?!” ibu itu mengetuk pintu, keluar seorang pria berumur 20-an. Mereka berbincang sebentar.
Anak itu, Lyssa, masuk ke dalam ruang yang penuh dengan bermacam-macam alat musik. Dilihatnya seorang anak laki-laki memainkan piano dengan menutup mata. Lyssa menghampiri anak itu, anak itu menyadari kedatangan seseorang, ia membuka matanya dan menatap Lyssa.
“ayo! Aku ajarkan kamu main piano!” ajak anak laki-laki itu. Mengulurkan tangannya, lalu menggandeng Lyssa dan membantunya naik ke atas bangku piano. Anak itu menekan tuts piano satu-satu. Lyssa memandang anak itu. Lalu anak itu memegang tangan lyssa dan menekankan jemari Lyssa ke tuts-tuts piano. Lyssa menurut.
“dengarkan lagu ini ya!” anak laki-laki itu memainkan sebuah alunan. Lyssa belum pernah mendengar alunan itu sebelumnya, orangtuanya tidak pernah memainkannya. Lyssa tertarik. Tanpa ia sadari, jemarinya berada di atas tuts. Anak laki-laki itu mengangguk. Masih dalam keadaan tidak sadar, lyssa mengikuti alunan lagu tersebut, menekan tuts-tuts piano dihadapannya. Mereka memainkannya berdua.
Pria dan ibu-ibu tadi melihat Lyssa dan anak itu bermain. Mereka takjub, lyssa sebelumnya tidak pernah menyentuh piano di rumahnya sekalipun, namun kini dia bermain dengan indahnya. Lagu itu berhenti. Lyssa yang tersadar segera mengangkat tangannya dari piano tersebut. Tak percaya ia bisa memainkannya. “Rhythm of Our Loves,” bisik anak laki-laki tadi di telinga Lyssa. “ini rahasia aku denganmu, lagu ini hanya untuk kita,” anak itu mengeluarkan sebuah kalung dengan bandul piano kecil, dan memberikannya pada Lyssa, “semoga kalau sudah besar kita akan bertemu lagi,” anak itu pergi dan meninggalkan Lyssa.
Sejak saat itu, lyssa menyukai piano, dia tak pernah memainkan ‘Rhythm of Our Loves’, karna dia tidak tahu bagaimana melakukannya, dia mengerti, anak itu dan pianolah yang memanggil perasaannya untuk memainkan lagu itu.
>>flashback selesai
“apakah kau tahu? Kalau ‘Rhythm of Our Loves’ tidak memiliki nada yang pasti? Karna kita memainkannya sesuai dengan perasaan kita berdua, yang terpanggil oleh piano, bukan?” tanya cakka. Ify mengangguk kembali, lalu memeluk cakka.
“terima kasih, karna kau tlah membuatku mencintai piano,” ify melepaskan pelukannya dan berlalu ke kelas karna jam istirahat telah berbunyi.
Cakka tersenyum senang dan melangkah keluar, akhirnya ia menemukannya, ify, pasangannya yang hilang. Rangkaian kata timbul dalam hati cakka, ‘Rhythm of Our Loves’ tidak bisa dimainkan sendiri, harus berdua, ia akan mencari pemain yang hilang dengan sendirinya, ‘Rhythm of Our Loves’ akan memanggil sepasang manusia yang mencintai piano setulus hatinya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar